Cinta Sudah Mati, Dan Kita Yang Membunuhnya

Ketika sesuatu sudah menjadi rutinitas, Ia terasa begitu menjemukan. Memantik api untuk membuatnya kembali hangat seperti menabur merica ke sup yang sudah dingin.

Ferdin Maulana Ichsan
2 min readJan 13, 2022

Aku sering kali teringat satu kutipan Rilke dalam ‘Letters to a Young Poet’,

“Love consists in this, that two solitudes protect and touch and greet each other.”

Apakah yang Ia maksud dengan cinta? Mengapa cinta membutuhkan kesendirian?

Saat mendefinisikan cinta, mungkinkah selama ini kita keliru? Sering kali naluri agresi kita untuk menguasai menjelma menjadi “cinta”. Padahal sejatinya Ia adalah dependensi, obsesi, berahi, atau apapun selain cinta itu sendiri.

Selama ini, aku pikir cinta ada untuk saling mengisi. Menyelamatkan diri dari kesendirian. “Melengkapi kekurangan satu sama lain” suatu ucapan romantis yang paling egois.

Ketika dua hal diikat menjadi satu, masih adakah ruang untuk bernapas? Mempersatukan adalah tingkat arogansi tertinggi manusia, merenggut jarak dan kebebasan dari satu sama lain.

Setiap manusia punya ‘kesendirian’-nya masing-masing–pikiran, rasa, mimpi. Di antara orang terdekat sekalipun, jarak akan selalu ada dan tak terbatas. Kesendirian lantas bukan berarti menjadi individualis, tapi hidup saling berdampingan dengan segala perbedaan.

Saat terikat menjadi satu dalam waktu yang cukup lama, tidakkah terasa begitu sesak? Menghapus kesendirian sama seperti membunuh cinta. Rasa cinta yang awalnya kita kenal berubah menjadi toleransi, komitmen, moral, tanggung jawab, etika, empati, dan lain sebagainya. Apakah semua itu komposisi dari cinta, atau hanya bentuk kompensasi dari rasa kehilangannya?

Kapasitas untuk menikmati kesendirian adalah kapasitas untuk mencintai. Hanya pada saat kita benar-benar sendirilah kita mampu mengartikulasikan cinta. Tanpa menguasai yang lainnya, tanpa mereduksi yang lainnya, tanpa menjadi candu pada yang lainnya.

“One should always be in love. That is the reason one should never marry.”

- Oscar Wilde

Berbicara tentang cinta, mari singkirkan sejenak pengaruh literatur modern heteroseksual. Menikah atau menjadi satu bukan hanya soal relasi antar dua insan. Bukankah cinta bersifat universal? Ia tidak pernah terikat pada subjek maupun objek.

Cinta mungkin satu-satunya kebebasan yang dialami manusia. Ia dapat dirasakan oleh semua tanpa terkecuali, dan cinta yang paling mutlak adalah yang tak mampu dimiliki.

Bagiku cinta adalah soal keingintahuan. Menggalinya perlahan-lahan, menyusun puing demi puing, hanya untuk mati tanpa pernah memahaminya. Cinta adalah suatu paradoks, Ia perihal banal yang begitu pelik.

Ketika kita melahapnya habis, kepuasan tentu dapat diraih. Namun, sayang hanya orgasme yang berlangsung singkat. Tidak ada lagi rahasia, tidak lagi ada yang bisa didapatkan selain rasa aman.

Dan saat kita merasa aman, di sanalah kita berhenti merasa hidup.

--

--

Ferdin Maulana Ichsan

Somewhat philosophical, doom romance troupe, and existential issues.